Pemprov Sulutlink.com – Agni Pratama dari Artisana Gold Council (AGC) memaparkan keberadaan merkuri merupakan logam berat yang sangat berbahaya bagi kesehatan, lingkungan hidup, oleh karena bersifat toksik, persisten, bioakumulasi dan dapat berpindah dalam jarak jauh di atmosfir.
Gerak tumbuh penggunaan merkuri dalam lintas sektor, pertambangan emas skala kecil, kosmetik, pembangkit tenaga listrik dan gigi, membuat Indonesia menempati urutan kedua terbesar pengguna logam berat berbahaya di dunia ini.
Upaya penghapusan penggunaan merkuri pun dikampanyekan pihak-pihak yang menseriusi persoalan ini, termasuk di dalamnya Artisanal Gold Council (AGC) dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulawesi Utara (Sulut). Dua lembaga ini berkomitmen melawan penggunaan merkuri dengan berlandaskan Konvensi Minamata yang kini telah diratifikasi banyak negara di dunia, termasuk Indonesia.
“AGC melalui Program Emas Rakyat Sejahtera berkomitment turut membantu pemerintah Indonesia dalam upaya penghentian merkuri melalui peningkatan tatanan kehidupan para penambang emas skala kecil yang berada di Sulut,” ungkap Agni Pratama, Country Project Manager AGC, kepada awak media, baru-baru ini di Four Points Hotel, Manado.
Diakui, penggunaan merkuri pada pertambangan emas skala kecil di Bumi Nyiur Melambai mencapai pada trend penurunan. “Penggunaan merkuri di Sulut sudah semakin sedikit, khususnya di daerah Tatelu Minahasa Utara (Minut).
Semakin banyak penambang skala kecil itu sudah berganti memakai sianida tetapi masih ada sebagian kecil di berbagai tempat menggunakan merkuri tetapi skalanya sudah semakin kecil dan tidak masif seperti sebelum ada pengetahuan tentang bahaya merkuri kemudian belum ada banyak penyuluhan dari pemerintah dan belum ada hukum yang melarang penggunaan merkuri,” jelasnya.
“Dulu memang cukup besar, hampir semua pertambangan emas rakyat skala kecil rata-rata menggunakan merkuri. Sekarang kalau kita datang ke lokasi pertambangan, sudah semakin sedikit dan semakin sulit mereka menggunakan merkuri.
Di beberapa daerah yang lain, penggunaan merkuri masih besar. Indonesia termasuk nomor dua terbesar di dunia untuk eksportir merkuri dan emisi yang dihasilkan oleh merkuri. Kita termasuk besar jadi kalau ke nasional level memang masih besar,” terangnya.
Dia pun memberkan komitmen AGC untuk mendukung pemerintah dalam upaya penghapusan merkuri di Sulut. Terbukti, lembaga yang disuport pemerintah Kanada ini sudah selesai membangun fasilitas penunjang untuk pengelolaan emas skala kecil tanpa merkuri.
“Di Tatelu telah dibangun fasilitas semacam laboraturium juga digunakan untuk training center. Itu bisa digunakan penambang kecil bagaimana mengelola emas dengan proses yang benar dan di Tobongon (Boltim) saat ini menunggu perizinan lingkungan untuk melakukan pengoprasiannya,” bebernya.
Lebih lanjutnya dia pun menjelaskan, proyek AGC tidak hanya fokus kepada teknologi. Teknologi hanya sebagai salah satu pilar yang disebut ‘best praktis’. AGC juga melihat sumber penghidupan manusia yang berada di sekitar pertambangan itu ada perempuan, anak dan pria dewasa.
“AGC melihat struktur perempuannya seperti apa dan peran mereka dalam pertambangan, apa dampaknya kepada perempuan dan anak kemudian kita membuat banyak cara seperti training kapasitas pada kelompok perempuan dan anak-anak supaya mereka paham tentang bahaya merkuri dan peran apa yang bisa mereka lakukan,” ungkap Pratama
“Jadi, AGC dibantu dengan teman-teman dari AMAN Sulut mengkoordinasi proses-proses peningkatan kapasitas ini dan melibatkan koperasi perempuan supaya peran perempuan lebih besar, tidak hanya manfaat satu arah tetapi mereka juga terlibat secara aktif untuk menjadi agen perubahan tentang bahaya merkuri dan bagaimanan menghentikannya. AGC berkomitment untuk melindungi perempuan dan anak supaya tidak ada eksploitasi terhadap pekerja anak,” tandas, Agni Pratama, Country Project Manager AGC.
Redaksi2Supit July 6 2019