DEPROV, Sulutlink.com – Selepas Aksi Demo Mahasiswa dari berbagai Universitas di Sulut kemarin, Insan Pers pun yang menamakan dirinya Gerakan Cinta Damai Sulut (GCDS) menyatu lanjutkan upaya mengemukakan beberapa aspirasi berupa tuntutan kepada Pemerintah dan DPR-RI,” Kamis (26/09/2019).
GCDS menggugat pemerintah dalam hal penolakan terkait sejumlah kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat lewat RUU KUHP, UU KPK, RUU Pertanahan oleh DPR RI
Insan pers Sulawesi Utara (Sulut) yang tergabung dalam Gerakan Cinta Damai Sulut (GCDS) ini diantaranya, Aliansi Jurnalis Independent (AJI) Manado, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), LBH, PMII Metro, GP Anshor, PMKRI, Persma, Swara Manguni, Swapar, Gusdurian, YSNM, LPA menggungat di DPRD Sulut.
Dalam orasinya GCDS menggugat pemerintah dan DPR RI terkait sejumlah produk-produk hukum yang melemahkan kepentingan masyarakat, melemahkan kewenangan KPK, mengancam kebebasan pers, tidak memberikan rasa aman bagi korban-korban kekerasan seksual.
“Adapun tuntutannya kami menolak pengesahan Revisi KUHP, RUU KPK, RUU Pertanahan, RUU Pertambangan dan mendesak DPR RI segera menetapakan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, serta aturan-aturan hukum lainnya yang tidak berpihak kepada masyarakat dan kebebasan pers,” ujar Joseph Ikanubun selaku koordinator GCDS.
Sementara Ketua AJI Manado Lynvia Gunde koordinator aksi mengemukakan, jika RKUHP ini disahkan menjadi Undang-undang maka ini akan menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers yang tengah tumbuh dan berkembang di tanah air.
“Kami melakukan pergerakan melawan dan menolak pengesahan produk-produk hukum yang mengancam kebebasan pers yang dilindungi sebagai HAM,” ungkap Lynvia Gunde.
“pasal-pasal dalam RKUHP akan berbenturan dengan UU Pers yang menjamin dan melindungi kerja-kerja pers.
“Kemerdekaan Pers dan kebebasan berekspresi adalah hak asasi manusia yang harus dijamin, dilindungi dan dipenuhi dalam demokrasi. Tanpa kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi maka demokrasi yang telah diperjuangkan dengan berbagai pengorbanan, akan berjalan mundur,” tutur dia seraya menjelaskan jika keberadaan pasal pasal karet di RKUHP akan mengarahkan kita pada praktik otoritarian.
“Dan itu akan seperti yang terjadi di era Orde Baru yang menyamakan kritik pers dan pendapat kritis masyarakat sebagai penghinaan dan ancaman kepada penguasa,” kata dia.
Sementara, anggota DPRD Sulut Wenny Lumentut didampingi anggota DPRD Sulut James Arthur Kojongian, Billy Lombok, Nick Adicipta Lomban dan Ronald Sampel lewat pernyataannya mengatakan, sebagai sikap politik kami mendukung seluruh tuntutan yang disampaikan.
“Sikap politik kami berbentuk rekomendasi dimana kami akan mendukung seluruh apa yang disampaikan teman-teman dan akan menyampaikan hal ini ke DPR RI bahkan ke Presiden sesuai mekanisme yang berlaku. Dan teman-teman pers bisa mengawal itu semua,” tutup Wenny Lumentut
redaksi2Supit September 26 2019