
Sulutlink.Com, Kawangkoan – Kegiatan makan bersama di rumah duka dihari sesudah pemakaman yang oleh masyarakat Kawangkoan “bendar” menyebut dengan istilah Brantang hingga kini masih terus terjaga. Kebiasaan yang sudah jadi budaya turun – temurun ini tak lepas dari perhatian Wakil Bupati Minahasa Ivan Sarundajang yang juga putra Kawangkoan
Hal ini seperti tampak dalam kegiatan Brantang di keluarga Ruata Tumewu kelurahan Sendangan Tengah Kecamatan Kawangkoan pada kamis (11/5/2017) siang. Dimana pada kesempatan tersebut Ivansa, sapaan akrab Wakil Bupati Minahasa mengikuti kegiatan brantang bahkan turun hingga ke tempat masak dari masyarakat yang bersimpati membantu meringankan beban keluarga atas peristiwa duka yang dialami.
Wakil Bupati Minahasa Ivan Sarundajang mengatakan tradisi brantang membuat orang Kawangkoan selalu akrab. Hal itu karena didalamya terkandung makna kebersamaan baik sesama aggota keluarga yang berduka maupun dengan masyarakat pada umunya.
“Saya juga merasakan keakraban pada setiap acara Berantang, seperti pada Keluarga Ruata – Tumewu. Bukan karena saya adalah pejabat pemerintahan, akan tetapi sebagai sesama warga Kawangkoan, kami selalu bercengkrama satu sama lain, mulai dari halaman depan rumah hingga dapur atau tempat pengolahan makanan,” katanya.
Bahkan menurut Ivansa acara brantang itu sendiri sudah menjadi budaya yang harus dilestarikan. “Brantang adalah budaya yang hanya ada di Kawangkoan dan mungkin satu – satunya didunia, oleh karena itu jadi kebanggaan orang Kawangkoan dan ini harus terus dijaga dan dilestarikan”ungkap Ivansa
Lanjut Ivansa, mengapa budaya ini tidak ada ditempat lain karena makanan yang disajikan adalah makanan tradisional khas Minahasa khsusnya dari Kawangkoan seperti Jantung Pisang, Pangi dan lain -lain
Diketahui Brantang bagi Warga Kawangkoan Bendar yang dulunya 4 kelurahan adalah kebiasaan yang sudah lama tercipta dimana keluarga berduka sesudah hari pemakaman dikunjungi oleh warga masyarakat untuk duduk sehidangan dan makan bersama.
Makanan yang disiapkan telah dimasak oleh masyarakat bersama kelompok sosial di lingkungan setempat tanpa meminta apapun dari keluarga berduka. Selanjutnya warga yang datang makan dirumah duka selesai makan mendaftarkan namanya dan meninggalkan sejumlah uang sesuai kesepakatan yang ada. Nantinya makanan yang masih ada dan uang yang terkumpul sejak siang hingga malam diserahkan kepada keluarga yang berduka (ian)