
Manado, Sulutlink.com – Komisi III DPRD Sulut menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP), dengan Balai Prasarana Pemukiman Wilyah Sulut (BP2W) dan PT Apro Megatama. RDP dipimpin langsung Sekretaris Komisi Yongkie Limen, didampingi Wakil Ketua Stela Runtuwene, Anggota Ronald Sampel, Rasky Mokodompit, Amir Liputo, Sherly Tjanggulung serta stakeholder terkait,” Senin (7/5) yang lalu.
Setelah mendengarkan paparan instansi terkait terungkap ada enam pembangunan sekolah di Nusa Utara yang anggarannya bukan saja berasal Pemerintah Provinsi, Pemerintah pusat pun sangat proaktif dengan menggelontorkan anggarannya miliaran untuk membangun sektor pendidikan di daerah kepulauan seperti di daerah nusa utara.
Anggaran dimaksud disalurkan melalui proyek renovasi dan rehabilitasi sarana dan prasarana sekolah di Kabupaten Sangihe. Ada enam titik dengan pagu anggaran bernilai Rp 21 Miliar. Keterangan dari perwakilan yang memenangkan tender yakni PT. Apro Megatama menyebut mendapat Rp 16 miliar.
Tapi hal mengejutkan saat pembahasan Komisi III dengan PT. Apro Megata, pihaknya mempertanyakan kejelasannya, karena hingga rapat dengar pendapat dengan intansi terkait dalam hal ini BP2JK, dimana pemenang tender tidak memperoleh kejelasan soal status pemenang tender untuk kapan proyek ini dimulai.
Tentu akan berdampak pada pembangunan pendidikan di enam titik di Sangihe yang pada kenyataannya akan berakibat tidak bisa dikerjakan padahal sudah dibutuhkan oleh masyarakat.
Penuturan pimpinan Cabang PT. Apro Megatama, dihadapan sejumlah media Fericles, sudah menyurat ke DPRD Sulut yang isinya menginformasikan jika perusahaannya telah memenangkan lelang pada 1 April 2021 namun hingga kini kami belum mendapatkan kejelasan,” tuturnya.
” Kami hadir disini minta Komisi III memfasilitasi terkait pengaduan kami karena sampai sekarang belum ada kejelasan status kami sebagai pemenang. Sudah diketahui hasil dari BP2JK sudah menetapkan kami sebagai pemenang, kami juga sudah melewati masa sanggah,” ujarnya.
Pada 1 April 2021 pengumuman pemenang sudah dua bulan. Seperti diketahui kalau sudah melewati masa sanggah berkas dari BP2JK tentu sudah dilimpahkan ke pihak Perkim,” jelas Fericles.
Sementara itu, salah satu anggota komisi III Ronald Sampel dari Dapil Nusa Utara, menyatakan keprihatinannya atas apa yang dihadapi oleh PT. APRO MEGATAMA. Kami pun butuh informasi dari instansi terkait dan BP2JK, kani sudah diumumkan pemenangnya. Kami tahu bahwa sudah ada perusahaan pemenang lelang proyek renovasi sekolah, yang lokasinya di Sangihe tepat pada daerah pemilihan (dapil) kami,” kata Sampel.
“Saya sangat prihatin, apalagi ini masalah pendidikan, hingga sekarang ini belum ada penandatanganan kontrak, makanya PT Apro Megatama mempertanyakan,” tukas Sampel.
Pernyataan mengejutkan pihak BP2JK dan pihak Perkim terungkap satu surat menyebut ada perusahaan masuk daftar hitam tahun 2019, yang artinya telah ada pemutusan kontrak terhadap suatu perusahaan yang tidak selesai dilaksanakan yang ada di Sulawesi Selatan (Sulsel),” ungkap Sampel.
Lanjut Sampel, sebenarnya kami bangga bahwa ada dana proyek renovasi dan rehabilitasi sarana prasarana sekolah di Kabupaten Sangihe dan sangat bersyukur dapat dana pendidikan dari kementerian cukuo besar yang nilainya Rp. 21 Miliar, luar biasa,” ucap Sampel.
“Ada surat perusahaan masuk daftar hitam. Namun, setelah ditelusuri surat tersebut tertanggal 17 Agustus 2019. Bahkan, sanksi yang awalnya dua tahun sudah direvisi oleh yang mengeluarkan surat dimana hanya satu tahun, ini seperti drama korea saja,” sentil Sampel.
Tampaknya pihak-pihak yang bersangkutan terkesan seolah menghambat pembangunan di daerah Kepulauan. Kenapa sudah menang lelang baru di cari kutunya,” tanya Sampel lagi.
Kepala Balai BP2JK Sulut Rahman Djamil mengklarifikasi, jika sebenarnya tidak tahu persis kalau ada agenda rapat Karena undangannya hanya menyatakan bahwa rapat dengar pendapat, tapi masalahnya apa kita baru dapat informasi mendengar penjelasan dari pimpinan cabang PT. Apro Megatama.
“ Mengenai paket renovasi dan rehabilitasi sarana prasarana sekolah kabupaten sangihe, betul sudah dilaksanakan proses pengadaan barang dan jasa melalui BP2JK, saya sendiri tidak menghafal secara detail tanggal prosesnya namun yang jelas paket ini memang sudah selesai dari kami sudah mendengar penjelasan pimpinan cabang sudah diumumkan per 1 April 2021 mungkin seperti itu,” tutur Djamil.
Kami mengakui sudah melaksanakan sesuai mekanisme pengadaan barang dan jasa, setelah berakhirnya masa sanggah. Dan tidak ada sanggahan terhadap ini dan kami menyerahkan kepada pemilik kegiatan dalam hal ini adalah Balai P2W Provinsi Sulut langsung kepada PPK, sudah diterima.
Diakui pula jika benar dari pihak PPK ada penolakan terhadap hasil penetapan pokja. Memang mekanismenya PPK yang menolak, tanggal 19 April tanggal surat penolakan dari PPK dan penolakannya dimana substansinya calon pemenang dalam hal ini PT. Apro Megatama terkena sanksi daftar hitam sesuai penelusuran PPK ke Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Provinsi Sulawesi Selatan.
“Berdasarkan berita acara pemutusan kontrak dan surat pernyataan non prestasi dari PPTK, kegiatan pembangunan jalan di Dinas PUPR di Provinsi Sulsel dinyatakan PT. Apro Megatama dikenakan sanksi selama dua tahun,” terangnya.
Sementara, pimpinan rapat Yongkie Limen mengatakan, logikanya kenapa BP2JK memberikan rekomendasi sedangkan hasil sudah menang, kenapa harus membuat rekomendasi.
” Maka dapat disimpulkan, bahwa dari pihak perusahaan sudah berkoordinasi dengan kita mengenai berkas dan surat-surat yang ada karena terus terang setiap RDP mencari tahu ini ada bukti otentik tidak, jangan hanya katanya-katanya,” tutur Limen.
Dia menambahkan, jadi yang ada sebenarnya sudah ada pemenang tapi tidak ada surat keputusan pemenang. Dan faktanya ternyata dari pihak PPK yang menolak dengan dasar surat.
Kedua surat itu menyatakan, blacklist ke perusahaan, disitu disebutkan dua tahun, tapi karena aturannya setahun berarti sudah masuk.
“Yang bersangkutan mengeluarkan surat yang mana sudah ada surat revisi terkait sanksinya, yang awalnya dua tahun, sekarang satu tahun, kesimpulannya kan sudah habis. Yang mengeluarkan surat pertama dua tahun, kemudian keliru dan mengeluarkan surat revisi satu tahun,” pungkas Limen. (Ad2SL)