Sulutlink.com. Sosok Perempuan Minahasa, Henrietta Marianne Katoppo yang lebih dikenal dengan nama Marianne Katoppo, muncul pada Pameran Buku yang baru pertama kali diselenggarakan di Sulawesi Utara. Pameran Buku mengambil momen pada iven Manado Fiesta khususnya Manado Travel Mart, tanggal 2-4 September 2017 di Jendela Indonesia, Manado.
Keke Minahasa ini lahir pada tanggal 9 Juni 1943 di Tomohon, Sulawesi Utara. Dibesarkan dalam keluarga yang mendukung kesetaraan gender, membuat dirinya terlibat dalam masalah kemanusiaan. Bukan saja itu, Keke Minahasa ini menguasai 13 bahasa sehingga dirinya banyak berkecimpung dalam dunia sastra dan literatur Indonesia. Ayahnya, Elvianus Katoppo, yang adalah Menteri Pendidikan di Negara Indonesia Timur pada masa Republik Indonesia Serikat, membuka wawasannya untuk berkiprah di kancah International.
Hebatnya lagi, bakat menulis Marianne Katoppo sudah jelas terlihat sejak umur 8 tahun, dengan karyanya yang diterbitkan dalam rubrik anak-anak pada harian berbahasa Belanda, Nieuwsgier, di Jakarta. Tahun 1960-an, Marianne sudah menulis beberapa cerpen di Sinar Harapan dan majalah bulanan Ragi Buana. Bahkan, tahun 1975, karyanya Raumanen yang mengkisahkan pertemuan budaya dengan bentrokan yang terjadi di dalamnya, mendapat penghargaan dari Dewan Kesenian Jakarta. Beberapa novel popular yang ditulisnya antara lain; Dunia Tak Bermusim (1974), Anggrek Tak Pernah Berdusta (1977), Terbangnya Punai (1978), Rumah di Atas Jembatan (1981).
Marianne menyelesaikan Pendidikan Sarjana Muda Teologia di Sekolah Tinggi Teologi Jakarta pada tahun 1963, dan mendapat gelar Sarjana Teologia tahun 1977 di sekolah yang sama. Tahun berikutnya mengikuti Pendidikan di Institute Ekumenis, di Bossey, Swiss, dan memperoleh gelar Theol.Lic. tahun 1992. Dengan latarbelakang Pendidikan ini, menjadikannya seorang teolog perempuan pertama di Indonesia dan Asia dengan karya tulis yang populer sampai sekarang, berjudul Compassionate and Free: An Asian Woman’s Theology (1979). Tulisan ini telah diterjemahkan dalam Bahasa Belanda, Jerman, Swedia, Tagalog, serta menjadi buku pelajaran di berbagai sekolah Teologia dan Seminari di seluruh dunia.
Dalam karya-karya tulisnya, Marianne banyak berbicara tentang kesetaraan perempuan bahkan dia memperjuangkan perempuan yang tertindas dan ditindas. Di sinilah muncul dalam dirinya sosok seorang perempuan Kristiani Asia yang memperjuangkan kesetaraan dan kemerdekaan, khususnya bagi kaum perempuan.
Marianne selalu giat sebagai aktivis dan pencetak opini. Tidak heran dia mampu berbicara tentang Teologi Asia dari perspektif seorang perempuan Asia pada Konferensi Teologi Asia pertama di Sri Langka pada tahun 1979. Marianne juga pernah duduk sebagai salah satu anggota dari Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI). Kini, Marianne Katoppo telah menjadi inspirator yang mewarnai literatur Indonesia bahkan dunia.

Dirangkum: Denny Sondakh
Sumber: Wikipedia.org dan berbagai sumber.