Semua warga bergembira di momen pengucapan. Hampir setiap rumah menggelar ‘open house”. Di jalan-jalan warga gereja membagikan sajian khas pengucapan, yakni dodol dan nasi jaha dengan harapan mendapatkan sumbangan untuk gereja dari para pelintas jalan raya. Hari Pengucapan Syukur di Minahasa Raya boleh dikategorikan sebagai hari raya atau hari besar.
Secara umum, Pengucapan diawali dengan kebaktian pagi di gereja, pada hari Minggu yang ditentukan hingga menjelang tengah hari. Begitu usai, warga berhamburan kembali ke rumah masing-masing dan ramai-ramai melayani tamu-tamu yang datang dari Manado dan k sekitarnya. Di sinilah kemacetan itu berasal. Tamu-tamu yang datang sebelum jam ibadah usai kemungkinan besar tidak akan terhambat tiba di tempat tujuan. Tetapi, bagi mereka yang terlambat, bersiaplah untuk menikmati jam demi jam di jalan raya karena padatnya lalu-lintas, atau rencakanlah persinggahan di beberapa kampung yang akan dilewati.
Momentum Pengucapan Syukur di Minahasa Selatan tahun ini diakui sebagai ‘yang termacet’ dari yang pernah ada. Seorang anggota DPRD asal Manado menguatkan hal ini dalam postingannya di FB, “ Berjam-jam di jalan, perut sudah keroncongan lebih dulu,” tulisnya sambil berkelakar. Seorang tokoh masyarakat yang sudah siap-siap untuk menikmati berbagai sajian khas daerah Amurang dan sekitarnya harus menerima kenyataan untuk berpuasa enam jam di jalan. “Untungnya ada rumah makan yang buka; bedanya, mereka menyajikan makanan istimewa dan gratis. Begitu pulang, diberikan bungkusan bulu (nasi rempah yang dimasak dalam bamboo-red) lagi,” ungkapnya senang.
Apa sebenarnya yang dicari dalam suatu momen yang disebut pengucapan? Bukankah sehari-harinya setiap orang percaya diminta untuk mengucap syukur? Tetapi, kenapa harus ada momentum. Tidak lain karena faktor silaturahmi. Momen pengucapan adalah momentum untuk ‘bakudapa’ (bertemu-red) dan mempererat tali silaturahmi dengan suasana yang lebih kedaerahan. Momen ini juga menjadi pengingat semangat maleos-leosan atau baku-baku bae yang sejak lami hidup di tanah Toar Lumimuut. Berjam-jam antri di jalan justru menambah dinamika sebuah pengucapan.
Di tengah sukacita dan kemeriahan pengucapan yang mempererat hubungan sosial antara sesama, mari kita tetap pelihara hubungan dengan Pencipta sebagaimana tertuang dalam kitab Lukas 21:34 “Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi, supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat.”
Ellen Manueke, M.Hum.
BAIT