Penyalahgunaan obat-obatan di Kotamobagu makin mengkhawatirkan. Setelah obat batuk jenis Komix dan Dextro disalahgunakan demi mendapatkan efek teler, kali ini dua jenis obat baru kembali beredar. Bahkan, terinformasi efek teler yang dihasilkan dari dua jenis obat baru ini lebih dahsyat daripada Komix dan Dextro. Sayangnya, hingga kini jenis obat tersebut belum diketahui. Namun, oleh penggunanya obat tersebut sering disebut Ketapel dan Bintang atau Kuning Telur. Mirisnya, kedua jenis obat tersebut begitu digandrungi oleh berbagai kalangan di Kotamobagu. Mulai dari siswa hingga Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Dari penelusuran Radar Bolmong, diketahui Ketapel dan Bintang beredar sejak empat bulan lalu. Untuk mendapatkan obat tersebut cukup mudah. Awalnya, wartawan Radar Bolmong menghubungi salah satu sumber yang mengetahui peredaran obat-obatan itu. Dari sana, sumber tersebut memperkenalkan dengan beberapa rekannya yang diketahui sebagai penjual. Sayangnya, saat bertemu, barang tersebut habis.
Beberapa pengedar dan pemakai yang kebanyakan siswa itu pun mencari Ketapel dan Bintang ke penjual lain. Terinformasi, barang yang didapatkan mereka berasal dari salah satu disk jockey (DJ) di salah satu diskotek di Kotamobagu. Selain itu, menurut mereka, ada juga dari kalangan PNS, Siswa, warga yang indekos, menjadi penjual barang tersebut.
Dalam sekali trasnsaksi, para penjual biasanya melepas barangnya dalam jumlah satu garis. Dalam satu garis berjumlah sepuluh butir dengan harga Rp35.000, Rp45.000 hingga Rp50.000.
Dari segi fisik obat, Ketapel berbentuk tablet putih susu dengan lambang huruf Y di salah satu sisi obat. Lambang itu digunakan oleh para penggunanya menamakan obat itu Ketapel. Sementara itu, untuk Bintang, jenis obat berbentuk tablet kuning telur sehingga para penggunanya sering menyebut obat tersebut Bintang atau Kuning Telur.
Salah satu sumber yang juga pengguna obat-obatan tersebut sebut saja Andi—nama samaran—menuturkan, efek teler yang didapat jika seseorang mengonsumsi dua butir, hingga dua hari. “Cuma mabuknya yang enak, obatnya tidak. Tapi berbahaya, soalnya sudah beberapa orang rujuk di rumah sakit jiwa gara-gara obat itu,” kata pria yang berprofesi sebagai mekanik bengkel di Kotamobagu ini.
Dirinya juga mengungkapkan, akibat mengonsumsi obat-obatan tersebut, salah satu rekannya sempat dirawat di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) di Manado. ‘’Sekarang saja kalau lihat wajahnya, seperti orang gangguan jiwa. Dia bisa bicara, namun gayanya lambat dan terlihat kaku kalau berjalan,” terangnya.
Sementara itu, salah satu rekan Andi sebut saja Abo—nama samaran—mengungkapkan, obat tersebut didapatkan dari Gorontalo. Bahkan menurutnya, Ketapel dan Bintang merupakan obat penenang untuk hewan. ‘’Saya dua kali mencobanya, memang gila kalau mabuknya naik di kepala. Sampai tidak sadarkan diri,” jelas Abo. Parahnya, Abo mengungkapkan, barang tersebut dia dapatkan dari seorang siswa di salah satu SMA ternama di Kotamobagu. “Banyak sekali anak sekolah yang minum Ketapel. Soalnya itu jenis obat baru, beda dengan komix dan dekstro,” bebernya.
Sumber lain juga menyebutkan, tak hanya kalangan siswa yang menggemari obat tersebut, bahkan kalangan PNS juga tertarik dan mencoba efek yang ditimbulkan Ketapel dan Bintang.
Terkait hal tersebut, Direktur Rumah Sakit Datoe Binangkang, dr Sahara Albugis, saat wartawan Radar Bolmong memperlihatkan obat tersebut serta dimintai tanggapannya, mengaku tak pernah mengetahui atau melihat Ketapel dan Bintang. “Obat ini belum pernah saya lihat. Ini bukan obat penenang. Obat penenang beda, dan ini bentuknya tablet,” ungkap Sahara.
Saking penasarannya, dr Sahara pun sampai mengecek di buku obat-obatan yang dimilikinya. “Nanti saya coba tanya kepada dokter lain. Mungkin kalau ada pembungkus asli obat itu, bisa diketahui. Tapi ini memang saya belum tahu,” akunya.
Tak jauh beda dengan dr Sahara, jawaban yang sama juga disampaikan oleh beberapa perawat di RSUD dan di beberapa Apotek. Semuanya menjawab belum pernah melihat atau mengetahui jenis obat yang kini beredar di Kotamobagu. Hingga berita naik cetak, jenis obat yang kini beredar di kalangan siswa hingga PNS itu, belum diketahui jenisnya. Namun, dari penelusuran tersebut, setidaknya bisa memberi gambaran kepada warga akan bahaya obat tersebut. (*)